Viral Oknum TNI Diduga Backing Tambang Ilegal di Pulau Buru Kapendam XV/Pattimura Buka Suara

Isu mengenai dugaan keterlibatan oknum TNI dalam aktivitas tambang ilegal di Pulau Buru, Maluku, menjadi sorotan publik setelah video dan informasi terkait hal tersebut viral di media sosial. Kapendam XV/Pattimura, Kolonel Inf Richard M. Sipahutar, memberikan penjelasan resmi terkait kasus ini. Berikut rangkuman informasi yang telah beredar dan tanggapan resmi dari pihak TNI.
Awal Mula Kasus Viral
Kasus ini bermula dari beredarnya video dan informasi di media sosial yang menyebutkan adanya oknum TNI yang diduga melindungi atau menjadi backing aktivitas tambang ilegal di Pulau Buru. Aktivitas tambang tersebut diklaim merusak lingkungan dan tidak memiliki izin resmi dari pemerintah setempat. Video yang beredar menunjukkan sejumlah alat berat sedang beroperasi di lokasi tambang, serta adanya personel berseragam TNI di sekitar area tersebut.
Tanggapan Kapendam XV/Pattimura
Menanggapi viralnya kasus ini, Kapendam XV/Pattimura, Kolonel Inf Richard M. Sipahutar, memberikan penjelasan resmi. Ia menyatakan bahwa pihaknya telah menerima laporan dan sedang melakukan investigasi mendalam terkait dugaan keterlibatan oknum TNI tersebut. “Kami tidak akan mentolerir tindakan yang melanggar hukum dan merusak nama baik institusi TNI,” tegasnya dalam keterangan resmi.
Richard juga menegaskan bahwa TNI selalu berkomitmen untuk mendukung program pemerintah dalam menjaga lingkungan dan memerangi aktivitas ilegal, termasuk tambang tanpa izin. “Jika benar ada oknum TNI yang terlibat, kami akan mengambil tindakan tegas sesuai dengan aturan yang berlaku,” tambahnya.
Dampak Tambang Ilegal di Pulau Buru
Aktivitas tambang ilegal di Pulau Buru telah lama menjadi perhatian karena dampak negatifnya terhadap lingkungan dan masyarakat setempat. Kerusakan ekosistem, pencemaran air, dan hilangnya lahan produktif adalah beberapa masalah yang timbul akibat tambang ilegal. Selain itu, aktivitas ini juga merugikan negara karena tidak ada kontribusi pajak atau royalti dari operasi tambang tersebut.
Masyarakat setempat pun kerap mengeluhkan dampak sosial dan ekonomi yang ditimbulkan. Banyak warga yang merasa dirugikan karena lahan mereka diambil alih tanpa kompensasi yang layak. Selain itu, aktivitas tambang ilegal juga menimbulkan konflik horizontal antarwarga yang pro dan kontra terhadap keberadaan tambang tersebut.
Upaya Penertiban oleh Pemerintah
Pemerintah daerah dan instansi terkait sebenarnya telah berupaya melakukan penertiban terhadap tambang ilegal di Pulau Buru. Namun, upaya ini seringkali terkendala oleh keterbatasan personel dan sarana prasarana. Selain itu, adanya dugaan keterlibatan oknum aparat yang melindungi aktivitas ilegal ini juga menjadi tantangan tersendiri.
Kapendam XV/Pattimura mengungkapkan bahwa pihaknya siap berkoordinasi dengan pemerintah daerah dan instansi terkait untuk menertibkan tambang ilegal di Pulau Buru. “Kami akan bekerja sama dengan semua pihak untuk memastikan bahwa aktivitas ilegal ini dihentikan dan pelakunya diproses secara hukum,” ujarnya.
Harapan Masyarakat
Masyarakat Pulau Buru berharap agar kasus ini dapat diselesaikan secara transparan dan adil. Mereka mendesak pemerintah dan TNI untuk mengambil langkah tegas terhadap oknum yang terlibat, baik dari kalangan TNI maupun pihak lainnya. Selain itu, warga juga meminta adanya program rehabilitasi lingkungan untuk memulihkan kerusakan yang telah terjadi akibat tambang ilegal.
Kesimpulan
Kasus dugaan keterlibatan oknum TNI dalam aktivitas tambang ilegal di Pulau Buru menjadi bukti bahwa masih ada pekerjaan rumah besar yang harus diselesaikan oleh pemerintah dan aparat penegak hukum. Kapendam XV/Pattimura telah memberikan penjelasan dan komitmen untuk menindak tegas oknum yang terlibat. Masyarakat pun berharap agar kasus ini menjadi momentum untuk memperbaiki sistem pengawasan dan penegakan hukum di sektor pertambangan.
Dengan kerja sama semua pihak, diharapkan aktivitas tambang ilegal dapat dihentikan dan lingkungan Pulau Buru dapat dipulihkan untuk kesejahteraan masyarakat setempat.