Skandal Suap di Pengadilan: Eks Ketua PN Surabaya Terlibat Kasus Uang Suap

Dalam perkembangan yang mengguncang dunia hukum Indonesia, kasus suap yang melibatkan mantan Ketua Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Dadi Rachmadi, semakin terungkap. Zarof Ricar, mantan pejabat Mahkamah Agung (MA), memberikan kesaksian mengejutkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, di mana ia mengaku menyerahkan uang Rp 75 juta kepada Dadi Rachmadi. Uang tersebut diklaim berasal dari “ibu tiri”.
Kronologi Kejadian
Zarof menjelaskan bahwa ia bertemu Dadi sebelum Dadi dilantik sebagai Ketua PN Surabaya pada 16 April 2024. Dadi, yang menggantikan Rudi Suparmono, sebelumnya telah terlibat dalam kasus suap vonis bebas Ronald Tannur. Dalam pertemuan tersebut, Dadi mengeluhkan kekurangan dana untuk menyewa rumah di Surabaya, menyebutkan bahwa ia membutuhkan uang sebesar Rp 75 juta.
Zarof kemudian menawarkan bantuan. Ketika akan kembali ke Jakarta, Zarof menerima tawaran dari Lisa Rachmat, seorang pengacara yang terlibat dalam kasus Tannur, untuk memberikan oleh-oleh. Alih-alih barang fisik, Lisa memberikan uang Rp 100 juta kepada Zarof, yang kemudian ia bagi menjadi dua: Rp 75 juta untuk Dadi dan sisanya disimpan untuk dirinya sendiri.
Proses Hukum yang Berjalan
Kasus ini mengindikasikan adanya praktik suap yang terorganisir dalam sistem peradilan. Dadi Rachmadi kini tidak lagi menjabat sebagai Ketua PN Surabaya dan digantikan oleh Rustanto. Ketiga hakim yang terlibat dalam kasus suap ini, yaitu Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul, telah didakwa menerima suap sebesar Rp 1 miliar dan SGD 308 ribu terkait vonis bebas Ronald Tannur atas kematian kekasihnya, Dini Sera Afrianti.
Dari informasi yang terungkap, ibu Ronald Tannur, Meirizka Widjaja, berupaya agar anaknya bebas dari jeratan hukum dengan meminta bantuan dari Lisa Rachmat. Lisa kemudian berkolaborasi dengan Zarof untuk mencari hakim yang dapat memberikan vonis bebas. Setelah proses suap dilakukan, Ronald Tannur mendapatkan kebebasan yang ternyata diperoleh melalui cara yang tidak sah.
Dampak dan Reaksi Publik
Kasus ini menimbulkan keprihatinan luas di masyarakat mengenai integritas sistem peradilan. Banyak yang merasa kecewa bahwa praktik suap masih terjadi di lembaga yang seharusnya menjadi panutan dalam penegakan hukum. Masyarakat berharap agar pihak berwenang mengambil tindakan tegas untuk memberantas praktik semacam ini demi keadilan dan kepercayaan publik.
Jaksa penuntut umum telah mengajukan kasasi atas vonis Ronald Tannur, yang kini telah dijatuhi hukuman lima tahun penjara setelah Mahkamah Agung mengabulkan permohonan itu. Kejadian ini menandakan bahwa meskipun ada upaya untuk menyuap, keadilan pada akhirnya masih bisa ditegakkan.
Penutup
Skandal suap ini adalah pengingat bahwa transparansi dan akuntabilitas dalam sistem hukum sangat penting. Dengan terungkapnya kasus ini, diharapkan akan ada langkah-langkah yang lebih kuat untuk mencegah praktik korupsi di masa depan. Masyarakat berhak mendapatkan keadilan yang adil dan tidak terpengaruh oleh kepentingan pribadi yang merugikan. Diharapkan, kasus ini menjadi titik balik bagi reformasi di lembaga peradilan Indonesia.